Dalam mempelajari pelajaran sosial, tidak ajaib memperoleh kalimat de facto dan juga de jure. Kedua kalimat ini memang sering digunakan, terutama dalam pembahasan mengenai hukum dan legalitas dari sebuah hal.
Dalam praktiknya di ranah hukum Indonesia, ungkapan de facto sering digunakan untuk menjelaskan sebuah simpel dan perkara yang telah terjadi, meskipun hukum tentang perkara atau insiden praktiknya belum ada.
Selanjutnya yaitu de jure, yang bermakna banyak sekali aspek dan hal yang mengarah kepada pemerintahan. Selain berafiliasi dengan pemerintah, dia juga mengarah pada aturan atau patokan yang berlaku.
Untuk mengenali lebih terperinci tentang kedua hal tersebut, berikut merupakan penjelasan lengkap yang akan membantu Anda.
Daftar Isi
Pengertian De Facto dan De Jure
Sebelum beranjak lebih jauh, ada baiknya kita memahami apalagi dahulu apa makna dari kata-kata De facto dan De jure. Jangan sampai kita telah mendalami lebih jauh, namun definisi awal terhadap kedua kata ini malah salah.
Pengertian De Facto
De facto berasal dari bahasa latin yang mempunyai arti menurut kenyataan atau sesuai dengan kenyataannya. Artinya, de facto ini menyaksikan bagaimana keadaan di lapangan dari suatu fenomena yang diamati.
Contonya yaitu sebuah negara yang secara aturan de jure belum diakui selaku negara. Tetapi, secara de facto negara tersebut memang telah bangkit dan memiliki sosio-ekonomi yang berlangsung.
Meskipun negara tersebut tidak sah secara aturan alasannya adalah mungkin belum memenuhi syarat-syarat terbentuknya negara, karena memang ada dan memiliki kekuatan, negara tersebut dianggap secara de facto ada.
Secara biasa , terdapat 2 jenis akreditasi de facto, adalah de facto yang bersifat tetap dan juga de facto yang bersifat sementara. Perbedaan dari keduanya adalah pada rentang waktu dan implikasinya.
De facto yang bersifat tetap artinya suatu negara ataupun instansi mengakui eksistensi negara/fenomena tertentu tanpa memperhatikan keadaan kini dan kondisi kedepannya.
Artinya, jika negara tersebut contohnya hancur kedepannya, maka pengaku akan tetap mengakui bahwa negara tersebut ada dan bahkan memperjuangkannya.
Pengakuan de facto tetap ini umumnya akan menyebabkan korelasi baik antara kedua negara ataupun lembaga tersebut. Bahkan, hal ini bisa berujung terhadap perdagangan internasional dan kerjasama internasional lainnya.
Sedangkan, de facto yang bersifat sementara yakni dikala pengukuhan sebuah pihak kepada pihak lain berlandaskan kondisinya kini dan proyeksi kondisinya di abad depan.
Pada akreditasi de facto secara sementara, jikalau negara ataupun fenomena yang diakui tersebut hilang/runtuh, maka akreditasi ini pun akan eksklusif dicabut oleh pengakunya.
Pengertian De Jure
De jure berasal dari bahasa Latin klasik, yang digunakan untuk menerangkan pengakuan kepada sebuah keadaan ataupun ketetapan oleh hukum-aturan yang berlaku, baik secara setempat maupun internasional.
Secara umum, de jure ini membahas apakah sebuah fenomena ataupun peristiwa telah ada hukum yang mengaturnya. Oleh karena itu, aspek utama dari de jure ini adalah legalitas hukumnya, tidak menghiraukan keadaan lapangan seperti apa.
Jika dikontekskan kepada kemerdekaan dan berdirinya suatu negara, pertanyaan utama dari de jure adalah apakah negara tersebut telah memiliki syarat berdirinya negara dan diakui secara hukum oleh komunitas internasional.
Disini, de jure tidak acuh apakah negara tersebut benar-benar punya tanah kekuasaan, penduduk , ataupun prajurit. Yang penting yakni legalitas hukumnya.
Akan tetapi untuk persoalan ditaati atau tidak aturan tersebut, hal tersebut telah diluar kuasa dari de jure. Masalah penerapan di lapangan dari hukum-aturan tersebut sudah masuk kedalam ranah de facto dari penerapan aturan.
Istilah De jure ini memiliki dua buah sifat, ialah de jure penuh dan juga de jure yang bersifat tetap.
De jure yang bersifat tetap artinya yakni akreditasi yang diberikan untuk selamanya terhadap negara ataupun sebuah fenomena tertentu. Umumnya, pengakuan seperti ini hanya diberikan kepada negara-negara yang mempunyai korelasi dekat dengan negara pengakunya.
Selain itu, negara yang diakui ini juga mesti mempunyai ketahanan dan kestabilan nasional yang tinggi sebab diproyeksikan akan terus ada dalam waktu yang usang.
Sedangkan, de jure yang bersifat sarat artinya ialah bahwa negara tersebut sudah diakui secara penuh oleh negara pengaku. Oleh alasannya adalah itu, sudah dimungkinkan adanya relasi internasional dan juga kerjasama internasional antara kedua negara ini.
Bahkan, kedua negara ini juga dapat mulai melakukan jual beli dan kerjasama perekonomian lainnya untuk sama-sama menumbuhkan perekonomiannya.
Umumnya, dalam de jure penuh, terdapat perwakilan diplomatik dari suatu negara. Fungsi perwakilan ini dapat dipegang oleh Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh (DBLBBP) pada kedutaan besar ataupun konsul jendral pada konsulat jendral.
Mereka memiliki wewenang sarat dan kuasa atas relasi diplomatis antara negara pengirim dengan negara yang ditempati, sesuai dengan ketentuan yang ada.
Perbedaan De Facto dan De Jure
Setelah mengenali pemahaman dari ungkapan tersebut, maka untuk memperbesar pemahaman, perlu adanya pengetahuan mengenai makna dan perbedaan diantara keduanya.
Sebenarnya, perbedaan antara kedua jenis legalisasi ini cukup jelas, berikut ini ialah beberapa perbedaan antara de facto dengan de jure
- Pengertiannya
- Bentuk pengakuannya
- Dasar pengakuannya
- Jangka waktu pengakuannya
- Hubungan bilateral yang terbentuk
- Pencabutan pengakuannya
Agar kalian lebih paham, berikut ialah klarifikasi lebih mendalam perihal perbedaan-perbedaan yang sudah disebutkan diatas
Perbedaan Pengertiannya
Perbedaan paling fundamental dari kedua istilah ini yaitu pengertiannya itu sendiri. De facto dan de jure memiliki pengertian yang berlainan-beda walaupun sama-sama membicarakan pengesahan.
De facto memiliki artian bahwa negara ataupun fenomena tersebut diakui sebab memang faktanya sudah ada secara aktual di lapangan.
Sedangkan, de jure mempunyai artian bahwa negara ataupun fenomena tersebut diakui karena sudah sah sesuai dengan ketentuan dan hukum-aturan yang berlaku.
Perbedaan Bentuk Pengakuannya
Terdapat pula perbedaan bentuk pengakuan antara de facto dan juga de jure. Dalam legalisasi bentuk de facto terdapat 2 jenis legalisasi yaitu de facto tetap dan juga de facto sementara yang berlawanan rentang waktu serta komitmen pengakuannya.
Sedangkan, untuk de jure, terdapat 2 jenis pengukuhan yakni de jure sarat dan juga de jure tetap. Kedua jenis de jure ini mempunyai bentuk dan makna pengukuhan yang berlawanan-beda.
Perbedaan Dasar Pengakuan
Suatu negara akan menerima legalisasi de facto oleh sebuah negara, ataupun oleh pemerintahan dan hukum nasional kalau telah memiliki beberapa syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh negara tersebut.
Dalam masalah pengesahan kedaulatan negara, syarat dasarnya yakni adanya kawasan, rakyat, dan juga pemerintah yang berdaulat di negara tersebut. Ketiga hal tersebut yaitu komponen dasar terbentuknya suatu negara.
Berbeda dengan de jure, suatu negara akan diakui oleh aturan internasional jika ia memenuhi syarat dari aturan yang ditetapkan oleh aturan internasional.
Jika terjadi perubahan pada hukum tersebut, maka aturan untuk mentaati hukum global tetap berlaku untuk negara yang ingin merdeka.
Salah satu cara semoga sebuah negara dapat secara de jure diakui oleh komunitas internasional yakni dengan bergabung kedalam perserikatan bangsa bangsa (PBB) dan mendapatkan status keanggotaan penuh disitu.
Jangka Waktu Pengakuan
Kedua jenis pengesahan ini juga mempunyai rentang waktu yang berlawanan-beda. Seperti yang kita pahami, de facto mempunyai dua sifat dalam jangka waktu akreditasi, ialah sementara dan juga tetap.
Berdasarkan klasifikasi diatas, kita dapat mempesona kesimpulan bahwa legalisasi de facto ini terbatas oleh waktu dan lazimnya berjangka waktu sementara.
Pengakuan hanya berlaku selama negara ataupun fenomena tersebut ada dan dapat diperhatikan.
Sedangkan untuk de jure, pengakuannya hanya satu dan memiliki sifat yang tidak terbatas dengan waktu. Asalkan ia menyanggupi syarat dan aturan nasional maupun aturan global yang berlaku.
Tetapi, kalau pada sebuah saat di kurun depan negara tersebut melanggar aturan atau tidak lagi sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku, maka mampu dicabut pengakuannya.
Bentuk Hubungan Bilateral
Untuk pengesahan de facto, maka suatu negara yang memperlihatkan pengukuhan tertentu pada suatu negara belum pasti bisa menjalin relasi internasional.
Hubungan yang dimaksud yakni hubungan bilateral dalam banyak sekali faktor, khususnya di bidang ekonomi dan juga politik.
Hal ini terjadi sebab mampu saja negara yang sah secara de facto tersebut tidak sah secara de jure, sehingga mendapatkan hukuman ekonomi ataupun larangan untuk berafiliasi dengan negara-negara lain.
Sedangkan untuk legalisasi de jure, negara yang mendapatkan pengesahan, baik yang mengakui ataupun diakui sudah pasti mampu melakukan kekerabatan bilateral.
Kedua negara yang saling mengakui akan lebih mudah untuk melakukan hubungan tersebut ketimbang negara yang tidak ada pengukuhan sama sekali.
Cara Pencabutan Pengakuan
Pengakuan secara de facto mampu dengan gampang dicabut, asalkan sebuah negara mau mengeluarkan pernyataan resmi untuk mencabut pengakuannya.
Pernyataan resmi tersebut bisa dilaksanakan dengan banyak sekali macam media, baik dengan media tertulis ataupun dengan media ekspresi.
Berbeda dengan legalisasi de jure, bila suatu negara ingin mencabut legalisasi yang telah diberikan, maka dia harus melakukannya dengan ranah aturan internasional.
Tidak jarang pula harus ditentukan dalam pengadilan internasional sesuai dengan hukum yang ada dan berlaku pada saat itu.
Selain itu, pencabutan pengakuan de jure ini juga mesti memiliki dasar aturan yang besar lengan berkuasa. Sebuah negara tidak mampu semena-mena mencabut akreditasi de jure dari negara lain.
Contoh Penerapan De Facto dan De Jure
Ternyata, rancangan pengesahan secara de facto dan de jure cukup membingungkan ya? Agar kalian lebih gampang mengerti kita akan membicarakan mengenai contoh-contoh penerapan de facto dan de jure pada kehidupan sehari-hari.
Bahasa Suatu Negara
Sering kali kita menemukan bahwa di sebuah negara, ada bahasa yang mayoritas dituturkan oleh masyarkatnya. Tetapi, ternyata bahasa tersebut bukan bahasa resmi dari negara ataupun daerah tersebut.
Contohnya ialah Amerika Serikat, negara ini mempunyai bahasa de facto adalah bahasa Inggris. Namun, Amerika ternyata tidak mempunyai bahasa resmi secara de jure.
Contoh lainnya ialah Indonesia yang memiliki bahasa resmi secara de jure Bahasa Indonesia. Namun, dalam penerapannya banyak bahasa-bahasa lain yang ada.
Ketika kita berada di pulau Jawa saja, kita telah mendapatkan bahasa Sunda dan Jawa. Ketika berpindah pulau, bahasa yang dipakai pun mampu berlainan-beda.
Keberagaman tutur bahasa ini merupakan imbas dari keberagaman ras di Indonesia dan menjadi wawasan nasional yang mesti diketahui dan dilestarikan.
Berdasarkan pemaparan diatas, kita dapat menawan kesimpulan bahwa bahasa de facto di Indonesia berbeda-beda sesuai dengan daerahnya.
Standarisasi
Standarisasi produk juga cukup mempesona alasannya adalah umumnya tidak ada standarisasi yang secara de jure menjadi kriteria resmi di seluruh dunia. Standar yang ada dan menjadi standar pasar umumnya muncul alasannya faktor persaingan dan dianggap paling unggul.
Contohnya yaitu ISO9000 yang menjadi patokan pengecekan mutu bikinan atau Adobe sRGB yang menjadi persyaratan pengecekan kualitas layar handphone dan laptop.
Sejauh ini, tidak ada aturan yang memaksa setiap produsen untuk mengikuti kriteria-persyaratan tersebut. Namun, alasannya adalah dianggap patokan pasar yang de facto mesti dibarengi, maka mereka senantiasa digunakan.
Tetapi ada pula kriteria-kriteria yang mesti disertai oleh produsen karena memang ialah aturan de jure di negaranya seperti tolok ukur BPOM untuk produk makanan dan obat-obatan di Indonesia.
Contoh yang lain adalah patokan nasional indonesia (SNI) dalam perencanaan dan pembangunan infrastruktur publik.
Pemimpin Negara
Dalam kepemimpinan sebuah negara, kerap kita mendengar bahwa pemimpin resmi dari negara tersebut bahu-membahu tidak memiliki kuasa sarat atas negara yang dipimpinnya.
Hal ini bermakna bahwa pemimpin tersebut hanyalah pemimpin de jure sedangkan pemimpin de facto yang menertibkan arah gerak dari negara tersebut yaitu orang lain.
Contohnya yakni raja Louis XIII dari Prancis yang menjadi raja dan penguasa de jure dari kerajaan Prancis. Tetapi, dalam praktiknya, kekuasaan tertinggi di negara tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh Kardinal Richelieu ketimbang Louis.
Contoh yang lain ialah Augusto Pinochet yang menjadi pemimpin Chile sesudah terjadi revolusi untuk menggulingkan pemerintahan sah. Pinochet ini cuma berperan selaku de facto alasannya adalah faktanya ia yang memegang kekuasaan pada saat itu.
Namun, Pinochet tidak memiliki legitimasi de jure alasannya adalah secara konstitusional, presiden Chile yang barus tetap harus diseleksi dan tidak mampu langsung naik ke jabatan seperti yang dijalankan oleh Pinochet.
Penguasaan Wilayah
Contoh lain dari de facto dan de jure yang cukup mempesona yakni ihwal penguasaan daerah oleh sebuah golongan tertentu. Kita mampu ambil acuan ISIS yang ada di timur tengah.
Saat ini, terdapat beberapa bab negara-negara timur tengah seperti Suriah yang dikuasai oleh ISIS dan kehidupan sehari-harinya dikontrol oleh organisasi teroris ini. Oleh alasannya adalah itu, akreditasi penguasaan kawasan secara de facto jatuh terhadap ISIS
Namun, secara de jure, ISIS menguasai daerah tersebut secara illegal, sehingga tidak diakui kepemilikannya.
Disini, negara lain berhak untuk memberikan hukuman ataupun memaksa ISIS untuk mengembalikan daerah tersebut kepada pemerintah suriah yang secara legal memiliki kewenangan untuk menguasai dan menduduki daerah tersebut.
Pengakuan Negara
Pengakuan suatu negara ialah salah satu faktor yang penting untuk dilihat de facto dan juga de jure nya. Terkadang, negara yang ada secara fisik, bergotong-royong tidak mempunyai dasar aturan yang terang secara de jure.
Contohnya yakni ‘negara’ ISIS yang memang memiliki tanah, serdadu, dan juga rakyat yang tinggal didalam wilayah mereka. Secara de facto ISIS yakni sebuah negara.
Namun, secara de jure ISIS ini bukan merupakan negara, alasannya tidak sesuai dengan syarat-syarat hukum internasional serta tidak masuk kedalam PBB. Disini, ISIS justru dianggap selaku forum teroris yang menguasai daerah sah dari negara lain.
Itulah penjelasan singkat perihal istilah de facto dan de jure yang biasa ditemukan di masalah aturan. Semoga dengan isu tersebut, Anda bisa menambah wawasan mengenai istilah-ungkapan yang ada pada dunia hukum.
Sumber ty.com
EmoticonEmoticon