Senin, 06 Juli 2020

Pemberontakan Apra: Latar Belakang, Tujuan, Dan Kronologi


Pemberontakan APRA menjadi salah satu dari beberapa pemberontakan besar yang pernah menggemparkan Indonesia pada kurun pasca kemerdekaan.





Angkatan Perang Ratu Adil yang dikenal dengan sebutan APRA merupakan sebuah pasukan yang didirikan Raymond Westerling. Beliau ialah bangsa Belanda yang juga menjadi mantan anggota KNIL, atau pasukan kolonial di Indonesia.





Nama yang tersemat dalam APRA, sebetulnya hanya untuk menarik simpati penduduk Indonesia.





Ratu Adil merupakan hasil ramalan Jayabaya yang mau memberantas segala bentuk penindasan di nusantara. Selain itu juga diramalkan jikalau beliau ialah orang yang berasal dari daerah Timur.






Latar Belakang Pemberontakan APRA





Latar belakang pemberontakan APRA




Terdapat beberapa aspek yang melatarbelakangi terjadinya pemberontakan ratu adil di Indonesia. Faktor-faktor tersebut antara lain yaitu





  1. APRIS yang berisikan TNI dan KNIL
  2. Hasil konferensi meja bundar
  3. Kepentingan kolonialisme Belanda
  4. Ultimatum Raymond Westerling




Agar kalian lebih paham tentang faktor-faktor yang mendorong terjadinya pemberontakan APRA, kita akan membahasnya secara lebih rincian dibawah ini.





Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat





Terbentuknya APRA berawal dari APRIS, yaitu Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat.





APRIS sendiri memiliki anggota yang terdiri atas campuran tentara KNIL Belanda dan Tentara Nasional Indonesia. Sebenarnya keadaan tersebut cukup menciptakan mereka kesulitan, sebab di antara KNIL dengan TNI pernah berseteru saat peperangan merealisasikan kemerdekaan negara Indonesia.





Oleh alasannya adalah itu, lahirlah kaum reaksioner dalam jumlah yang cukup banyak. Mereka yaitu komponen-komponen APRIS yang cenderung mendukung federalisme bangsa Indonesia atau kurang suka dengan TNI dan NKRI.





Mereka secara sukarela bergabung dengan Angkatan Perang Ratu Adil yang lalu juga turut serta dalam pemberontakan APRA untuk merealisasikan Indonesia federal dalam RIS.





 



Hasil Konferensi Meja Bundar





Hasil dari Konferensi Meja Bundar atau yang diketahui dengan nama KMB menjadi salah satu titik permulaan terjadinya pemberontakan APRA. Konferensi tersebut diselenggarakan di Den Haag pada tahun 1949.





Konferensi ini menciptakan ide yang cukup menggemparkan yaitu adanya rencana akan dibubarkannya negara Republik Indonesia Serikat (RIS).





Menindaklanjuti informasi ini Raymond Westerling berkerjasama dengan Sultan Hamid II untuk mendirikan APRA guna melakukan perlawanan kepada pemerintahan Republik Indonesia.





Sultan Hamid II sendiri lebih berpihak kepada ajaran negara federal RIS sehingga tidak mengkehendaki hilangnya RIS. Pemberontakan APRA tersebut selaku usaha untuk mempertahankan eksistensi negara RIS.





 



Kepentingan Belanda





Pemberontakan APRA juga disebabkan sebab Belanda ingin menjajah, atau setidaknya menanam kepentingan-kepentingan politik dan ekonominya di Indonesia.





Pihak Belanda bermaksud untuk mengeksploitasi sumber daya di Indonesia untuk menjaga kondisi ekonominya.





Pihak Belanda tahu bahwa akan sangat sukar mengintervensi secara ekonomi jika Indonesia sudah bersatu menjadi NKRI. Terlebih lagi, pemimpin Indonesia semuanya sudah antipati terhadap kekuasaan Belanda.





Oleh sebab itu, Belanda perlu menjadikan kerusuhan di NKRI dan menjaga RIS. Tindakan APRA merupakan perilaku mendukung bangsa Belanda dalam melancarkan aksi penjajahan mereka.





 



Ultimatum Westerling





Raymond Westerling yang merupakan pimpinan APRA, memberikan suatu ultimatum pada pemerintah RIS dikala APRA belum usang terbentuk.





Pihaknya menghendaki semoga APRA dijadikan pasukan yang berstatus resmi. Di samping itu, pihaknya juga mengharapkan untuk memegang sarat kekuasaan militer di kawasan Pasundan.





Akan tetapi, sebab usul tersebut tidak dipenuhi oleh pihak pemerintah, maka anggota mempersiapkan perampasan kekuasaan lewat pemberontakan APRA.





Pemberontakan ini berpusat di sekitar kawasan Jakarta dan Bandung. Dua kawasan yang mempunyai nilai kepentingan tinggi bagi bangsa Indonesia dan RIS pada dikala itu.





 



Tujuan Pemberontakan APRA





Tujuan Pemberontakan APRA




Pemberontakan APRA yang diprakarsai oleh Raymond Westerling tentu saja mempunyai beberapa tujuan.





Diduga, tujuan khususnya ialah untuk memperkuat RIS dan melemahkan NKRI serta angkatan perang yang dimiliki oleh Indonesia. Dengan penyerangan dari Westerling, peluangnya yakni Indonesia menjadi tidak stabil, sehingga lemah dalam perundingan dengan belanda.





Secara biasa , pemberontakan ini mempunyai beberapa tujuan yang antara lain adalah





  • Mempertahankan negara RIS
  • Mengganggu Proses Pengakuan Kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda
  • Mempertahankan Eksistensi Tentara APRA sebagai Tentara di Pasundan




Agar kalian lebih paham tujuan-tujuan yang sudah disebutkan diatas, kita akan membahasnya secara lebih rincian dibawah ini.





Mempertahankan Negara RIS





Berbagai perundingan yang dilaksanakan antara Indonesia dengan Belanda dengan mediasi Australia, senantiasa menciptakan keputusan yang merugikan pihak Indonesia.





Walau demikian, pemerintah Indonesia, demi mempertahankan perdamaian antara kedua negara tetap menghimbau agar seluruh pihak menerima keputusan tersebut.





Namun, justru pihak Belanda yang melanggar keputusan dalam perundingan dengan melakukan penyerangan berupa Agresi Militer I dan II.





Setelah adanya pelanggaran kontrakini, kedua pihak kembali dipertemukan dalam negosiasi KMB, yang kemudian memutuskan bahwa Indonesia menjadi negara federal.





APRA mengakui bahwa keberadaannya merupakan bab dari negara Indonesia federal. Itulah mengapa APRA mampu memasuki daerah Indonesia dan berhasil menundukkan satu di antara beberapa negara bagian pada ketika itu.





Setelah itu, barulah mereka melancarkan aksinya untuk menciptakan Indonesia kembali terpecah belah dan kembali berada di bawah kekuasaan Belanda.





 



Mengganggu Proses Pengakuan Kedaulatan Republik Indonesia oleh Belanda





Salah satu pihak yang mengupayakan kegagalan kedaulatan Republik Indonesia adalah panglima tertinggi dari prajurit Belanda adalah Letjen Buurman van Vreeden.





Pihaknya senantiasa menghalangi proses diakuinya Indonesia sebagai negara yang berdaulat.





Namun, pada kesannya kedaulatan Republik Indonesia diakui oleh Belanda tepatnya di tanggal 27 Desember 1949. Pada ketika itu, Indonesia sudah menjadi negara yang berupa republik dan telah lepas dari bentuk negara federal.





 



Mempertahankan Adanya Tentara APRA sebagai Tentara di Pasundan





Sebenarnya ketika Indonesia merdeka, gerilyawan dan prajurit tidak menyatu dalam komando yang serupa.





Tidak sedikit dari tokoh daerah yang berperan sebagai pemimpin yang disegani meskipun tidak memiliki bekal kemiliteran. Perjuangan yang mereka kerjakan untuk menjaga kemerdekaan Indonesia sangatlah besar.





Ada banyak pula hero yang gugur dalam medan peperangan tanpa dikenal oleh penduduk . Bertepatan dengan sidang PPKI yang terakhir, adalah di tanggal 22 Agustus 1945, Indonesia memiliki rencana untuk membentuk sebuah pasukan tentara.





Orang-orang yang tergabung dalam APRA merupakan mereka yang tidak menyanggupi standar untuk menjadi APRIS.





Itulah mengapa pasukan APRA berusaha semoga Indonesia tetap berbentuk negara federal, sehingga keberadaan mereka tetap mampu dipertahankan selaku angkatan perang.





Salah satu hal yang dilaksanakan APRA adalah melaksanakan penyerangan kepada Divisi Siliwangi pada Januari 1950. Di mana tujuan utama yang ingin diraih ialah biar APRA menjadi serdadu di Pasundan.





 



Kronologi Pemberontakan APRA





Kronologi pemberontakan APRA




Seperti yang telah dijelaskan diatas, pemberontakan ini diawali oleh pertemuan meja bundar dan ultimatum dari Westerling. Tetapi, karena tidak digubris pemerintah, maka mereka melanjutkan melancarkan serangan.





Pemberontakan ini terpusat di dua daerah yaitu Bandung dan Jakarta, dua daerah yang sangat penting bagi RIS dan juga bangsa Indonesia pada saat itu.





Pemberontakan APRA di Bandung





APRA melancarkan agresi pemberontakan di wilayah Bandung di pagi hari pada tanggal 23 Januari 1950.





Mula-mula pergerakan dilaksanakan di daerah Cililin. Pergerakan tersebut dipimpin oleh dua orang inspektur polisi dari Belanda, adalah Van Beeklen dan Van der Meula.





Pemberontakan ini memakai 800 orang tentara, di mana 300 orang diantaranya yakni bekas anggota KNIL yang dilengkapi dengan persenjataan yang termasuk mutakhir abad itu.





Keadaan pada kala itu sangat menyeramkan, alasannya adalah berbagai terjadi pembunuhan yang sadis.





Pada hasilnya, pihak pemberontak berhasil menduduki Markas Anggota Divisi Siliwangi. Di tempat ini kembali terjadi pertempuran yang tidak seimbang.





Personil APRA yang berjumlah 150 orang menyerang tanpa ampun terhadap 18 Tentara Nasional Indonesia yang ada di markas tersebut.





Kemudian, pemerintah mengambil beberapa langkah untuk menyudahi pemberontakan APRA. Langkah pertama, pemerintah melaksanakan penitikberatan dan serangan balik kepada pemimpin pasukan Belanda.





Langkah selanjutnya, yaitu perdana menteri RIS, Drs. Moh. Hatta menyuruh beberapa pasukan yang ada dibawah kontrol pemerintah Indonesia untuk ke Bandung.





Pasukan tersebut diberi pesan semoga berunding dengan Komisariat Tinggi Belanda di Jakarta. Perundingan tersebut mendesak semoga pasukan APRA mampu pergi meninggalkan Bandung segera.





Alhasil, pasukan pemberontak APRA dikejar oleh banyak pasukan yang terdiri dari rakyat pribumi dan tentara APRIS. Atas kejadian pemberontakan APRA mengakibatkan gugurnya 79 pasukan APRA.





 



Pemberontakan APRA di Jakarta





Selain Bandung, APRA juga melancarkan aksinya di Jakarta. Di Jakarta sendiri ternyata terdapat penghianat yang justru bekerja sama dengan serdadu APRA, yang tidak lain yakni Sultan Hamid II.





Dirinya ditawari keuntungan oleh pihak serdadu APRA akan dijadikan Menteri Pertahanan kalau rencana yang mereka untuk melaksanakan perebutan kekuasaan mampu berlangsung dengan baik.





Beberapa strategi yang mereka rencanakan diantaranya penyerangan diarahkan ke gedung daerah dilaksanakannya sidang kabinet RIS, lalu serdadu APRA akan menculik semua menteri, sesudah itu orang-orang yang memiliki tugas penting di kementrian dibunuh.





Akan namun, pemberontakan APRA di Jakarta tidak berhasil. Hal tersebut alasannya agresi yang dilakukan pasukan APRA sukses dipatahkan oleh rakyat pribumi, APRIS, dan pemerintah RIS.





Karena kegagalan tersebut, maka pihak pemberontak mundur secara perlahan-lahan.





Sejarah pemberontakan APRA mampu mengajarkan terhadap kita semua agar selalu menjaga integrasi nasional, biar Indonesia tetap bersatu dan tidak kembali terpecah belah alasannya adalah banyak hal.





Sebagai warga negara yang bagus, semestinya kita menepis jauh asumsi-fikiran yang mengarah terhadap disintegrasi dan mengupayakan persatuan nasional.



Sumber ty.com


EmoticonEmoticon