Kita sering mendengar perumpamaan aglomerasi dipakai saat mendiskusikan perihal penempatan lokasi industri, investasi modal, dan juga pengembangan daerah. Namun, apa sih bergotong-royong aglomerasi? Apakah gambaran yang ada di anggapan kita sudah benar tentang aglomerasi?
Daftar Isi
Apa itu Aglomerasi?
Aglomerasi yakni berkumpulnya industri atau acara dalam suatu kawasan tertentu. Kegiatan-kegiatan komersial, industri, serta jasa lazimnya berkumpul di satu lokasi tertentu yang memiliki banyak laba intrinsik. Hasil eksklusif dari fenomena ini ialah meningkatnya jumlah investasi pada lokasi tersebut. Contoh dari aglomerasi yaitu ekonomi-khusus/”>tempat ekonomi khusus.
Karena jumlah tanah terbatas sedangkan jumlah perusahaan yang ingin masuk tidak terbatas, harga tanah pun akan meningkat, sehingga semua perusahaan akan mengalami keuntungan yang lebih rendah. Harga tanah yang tinggi akan secara tidak eksklusif memajukan ongkos hidup dari pekerja yang tinggal di wilayah itu, sehingga honor minimum pun harus dinaikkan agar tidak terjadi migrasi pekerja. Selain itu, permintaan yang tinggi untuk pekerja yang dibarengi dengan kekurangan jumlah pekerja akan mengembangkan undangan honor dari pekerja tersebut.
Agar suatu klaster mampu tetap bertahan, harus terdapat keuntungan bagi perusahaan untuk bertempat di lokasi tersebut ketimbang daerah lainnya. Dalam kasus aglomerasi, jumlah perusahaan yang banyak dalam suatu klaster akan mengembangkan efisiensi produksi dari setiap perusahaan. Jika keuntungan ini hilang, maka perusahaan akan melaksanakan relokasi, sehingga terjadilah dispersi.
Faktor Ekonomi Aglomerasi
Knowledge spillover
Knowledge Spillover mempunyai makna gampangnya pertukaran berita antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya dikarenakan dekatnya proksimitas perusahaan tersebut. Dalam knowledge spillover ini, terdapat tacit knowledge yang berarti isu sepenggal tentang kondisi kasatmata. Informasi ini dapat menolong karyawan dan pemimpin perusahaan untuk memahami keadaan pasar secara lebih menyeluruh, utamanya mengenai pergerakan pasar dan penemuan baru. Oleh alasannya adalah itu, tacit knowledge dapat memajukan daya saing sebuah perusahaan di pasar.
Contoh dari knowledge spillovers ini ialah pada klaster finansial seperti Wall Street, Marunouchi, atau London. Pada sektor finansial, informasi pasar sangatlah dinamis dan dapat berubah setiap waktu, oleh alasannya itu petinggi perusahaan mesti mampu menciptakan keputusan dengan taktis dan cepat. Keputusan ini lazimnya mesti didahului dengan negosiasi, oleh karena itu akan lebih gampang jikalau semua perusahaan bertempat di sebuah lokasi yang sama.
Non traded inputs
Jika beberapa perusahaan terletak bersahabat satu dengan yang lainnya, maka terdapat input tertentu yang dapat disediakan dengan lebih efektif. Input ini disebut sebagai non traded inputs. Input ini mampu berupa jasa ataupun infrastruktur yang mampu menunjang operasional sebuah perusahaan.
Contoh dari non traded inputs adalah jaringan infrastruktur fiber optic internet cepat yang terdapat pada distrik finansial di London, firma hukum dan audit yang terdapat di Wall Street, serta perusahaan penyuplaispare-parts di kota-kota otomotif mirip Detroit, Stuttgart, dan Munich.
Local skilled labour pool
Ketika suatu perusahaan ingin melaksanakan perluasan ataupun pengembangan perjuangan, perusahaan tersebut akan membutuhkan tenaga kerja professional dalam jumlah banyak dengan spesialisasi. Mendapatkan tenaga kerja yang bermutu dalam jumlah banyak tidaklah gampang, oleh karena itu pekerja menjadi salah satu constraint sebuah perusahaan dalam melakukan pengembangan atau ekspansi. Aglomerasi merupakan salah satu tanggapan dari constraint tersebut.
Ketika suatu kawasan menjadi populer akan karakteristik kerja tertentu, maka tempat tersebut akan mempesona pekerja-pekerja professional pada bidang yang bersangkutan. Contoh dari fenomena ini adalah Wall Street, Marunouchi, dan London untuk industri finansial, serta Sillicon Valley untuk industri teknologi berita. Ketika pekerja profesional pada bidang tersebut berdatangan, maka mutu pekerja akan berkembangsecara perlahan. Kualitas yang tinggi dari pekerja lokal ini turut berkontribusi meningkatkan produktivitas dan inovasi dari lokasi aglomerasi.
Tipe Ekonomi Aglomerasi
Internal Returns to Scale
Ketika banyak terjadi investasi di suatu tempat yang cuma dimiliki oleh satu perusahaan, maka hal tersebut mampu dikategorikan sebagai internal returns to scale. Investasi yang besar pada suatu lokasi akan mendorong adanya pertumbuhan ekonomi yang besar pula pada lokasi tersebut. Contoh dari internal returns to scale adalah hangar Boeing Everett di Seattle, pabrik mobil Fiat di Turin, dan kompleks pertambangan Freeport di Tembagapura.
Economies of Localization
Economies of localization nyaris sama sifatnya dengan internal returns to scale, hanya saja pada masalah ini, banyak perusahaan yang terlibat, tetapi masih berada dalam satu sektor. Contoh paling terang dari economies of localization yakni aglomerasi industri otomotif di Detroit, Stuttgart, dan Nagoya, atau aglomerasi industri finansial di London, New York, dan Wall Street, serta industri teknologi berita di Sillicon Valley.
Economies of localization menunjang pertumbuhan perusahaan-perusahaan yang berlokasi di lokasi tersebut dengan cara mengaplikasikan 3 faktor ekonomi aglomerasi diatas.
Economies of Urbanization
Economies of urbanization sama sifatnya dengan kedua aglomerasi diatas, namun bedanya adalah perusahaan yang terlibat bersifat lintas sektor. Pada kota-kota yang disebutkan diatas, mirip Detroit, Stuttgart, dan Nagoya, ekonomi kota tersebut bergantung pada satu sektor yaitu otomotif, dengan banyak sekali perusahaan di dalamnya yang bergerak pada sektor terkait. Lain halnya dengan economies of urbanization, pada kasus ini semua perusaahaan baik yang lintas sektor maupun yang serupa berlokasi di tempat tersebut.
Contoh dari aglomerasi ini yakni ibukota negara-negara meningkat seperti Jakarta, Kuala Lumpur, Singapura, dan Manila. Banyak sekali industri yang berlokasi di kota tersebut, tidak hanya terbatas pada satu atau dua sektor saja.
Teori Klaster Industri
Model Growth Pole
Ketika sebuah aglomerasi perusahaan yang besar menentukan kebijakan, maka perusahaan lain yang terikat melalui relasi customer-supplier akan terkena dampaknya. Ketika suatu perusahaan atau instansi memberikan investasi yang besar terhadap suatu tempat atau sebuah klaster industri, maka akan terjadi imbas konkret mirip pembangunan infrastruktur dan juga mempesona perusahaan-perusahaan yang lain.
Dalam growth pole, terdapat spread yakni dampak faktual, dan backwash ialah pengaruh negative, tetapi diasumsukan bahwa spread selalu lebih besar dibandingkan backwash. Kelemahan dari teori ini ialah tidak adanya framework analisis cost-benefit yang menjustifikasi feasibility dari investasi ini.
Model Incubator
Model incubator menyatakan bahwa kian banyak sektor perusahaan yang ada dan semakin beragam ukuran perusahaan yang ada, kian manis pula klaster itu untuk menunjang inkubasi perusahaan-perusahaan kecil. Hal ini mampu terjadi karena keberadaaan perusahaan kecil yang beragam dapat menyediakan jasa-jasa yang diharapkan oleh perusahaan startup untuk meningkat . Jika sebuah klaster dipenuhi oleh perusahaan besar, maka perusahaan tersebut akan cenderung memakai internal returns to scale sehingga perusahaan-perusahaan startup tidak mampu memanfaatkan jasa-jasa mereka.
Contoh dari versi incubator ini adalah pada kota Pittsburgh dan New York, Pittsburgh merupakan kota yang didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar yang bergerak di sektor tertentu seperti besi, baja, dan batubara, sedangkan New York merupakan kota yang dipenuhi oleh perusahaan dari berbagai ukuran dan sektor.
Model Product Cycle
Model production cycle menyatakan bahwa perusahaan cenderung meletakkan pabrik/kantor tergantung dengan life cycle produk mereka. Semakin awal life cycle nya maka perusahaan akan cenderung berlokasi di tempat aglomerasi, sedangkan kian final life cycle nya maka perusahaan tersebut akan cenderung berlokasi di daerah perifer. Hal ini terjadi alasannya adalah kian permulaan life cycle produk tersebut, makin absurd dan tinggi ilmu yang dibutuhkan untuk merancang dan menyebarkan produk tersebut, sedangkan kian tamat dari life cycle produk tersebut, maka kian terperinci apa best practice dari produk tersebut dan strategi produksi serta distribusinya.
Model Porter
Porter berfokus pada konsep competitiveness dibandingkan profitability. Competitiveness meliputi seluruh proses buatan dan distribusi, tidak hanya apakah menciptakan untung atau tidak. Dengan adanya klaster, Porter berargumen bahwa perusahaan mampu mengembangkan laju pertukaran isu serta komunikasi, sehingga kesudahannya mampu meningkatkan inovasi.
Terdapat 3 aspek fundamental penemuan, yaitu kebaruan, perbaikan, dan pengurangan risiko. Perusahaan akan terdorong untuk memajukan inovasi agar mampu mencapai posisi monopoli terhadap kompetitornya, hal ini mampu diwujudkan dalam taktik branding, pembuatan produk gres, atau perbaikan produk usang.
Model New Industrial Areas
Model new industrial area mencakup aglomerasi industri seperti silicon valley, Cambridge cluster, dan Emilia Romagna manufacturing cluster. Menurut pengamatan, klaster ini berdasar pada versi jaringan sosial, sebab terdiri dari perushaan yang ukurannya berlainan namun satu sektor. Umumnya perusahaan di klaster ini bersifat kooperatif dan tidak bersaing satu dengan yang lainnya.
Jenis Firma, Klaster, dan Bentuk Transaksi
Karakteristik | Aglomerasi Murni | Kompleks Industri | Jaringan Sosial |
Ukuran perusahaan | Atomistic (kecil) | Terdapat beberapa perusahaan besar | Berbagai ukuran |
Karakteristik Hubungan | Tidak teridentifikasi Terpecah Tidak stabil | Dapat diidentifikasi Stabil | Kepercayaan Loyalitas Lobbying Joint-Venture Non oportunis |
Akses keanggotaan | Terbuka Sistem sewa Lokasi | Tertutup Investasi internal Lokasi | Semi-terbuka Pengalaman & Sejarah Lokasi tidak cukup |
Dampak spasial | Kenaikan harga tanah | Tidak mempunyai efek | Kapitalisasi harga tanah |
Lokasi spasial | Urban | Lokal non-urban | Lokal non-urban |
Contoh klaster | Perkotaan | Pabrik kimia atau baja | Area industri gres, Sillicon Valley |
Pendekatan Analitis | Aglomerasi murni | Teori produksi lokal Teori input-output | Teori Jaringan Sosial (Granovetter) |
Klaster Manusia: Kreativitas dan Konsumsi Perkotaan
Selain klaster industri, terdapat pula teori-teori baru yang mencoba menerangkan mengenai klaster manusia, pada teori ini, klaster insan menjadi faktor penting dalam menunjang kemajuan kawasan.
Pada teori ini, dipaparkan bahwa manusia yang beragam dan berpendidikan akan cenderung memiliki creative drive yang lebih tinggi sehingga condong lebih kreatif, mempunyai jiwa entrepreneur, dan juga mempunyai skill yang mumpuni untuk berbagi suatu tempat.
Contoh dari teori ini adalah pada kala golden age Belanda pada kala 17, peraturan negara yang toleran mendorong influx migrasi dari golongan termarginalisasi mirip yahudi, Huguenots, katolik, serta protestan yang kabur dari intoleransi negara asalnya, kelompok-kalangan ini pun turut menolong berinovasi serta membangun Belanda, sehingga mereka pada kala tersebut mampu menjadi kekuatan besar di Benua Eropa dan colonial, hingga dapat mengimbangi Inggris dan merchant marine nya.
Keterbatasan Informasi Perusahaan
Teori-teori yang sudah dibahas pada postingan ini ini mengandalkan perkiraan bahwa perusahaan bertindak secara rasional dan juga mempunyai info lengkap perihal pasar, namun hal ini tidak senantiasa terjadi. Karena kurangnya informasi ini, tidak semua perusahaan akan bergerak untuk mengoptimalkan keuntungan, mereka dapat pula
bergerak untuk meningkatkan pangsa pasarnya, melaksanakan kompetisi dengan perusahaan competitor, serta mengoptimalkan efisiensi produksi. Fenomena ini dapat diterangkan oleh grafik dibawah ini.
Pada grafik diatas, kita mampu melihat dua garis ialah TC yang melambangkan biaya total, dan TR yang melambangkan pendapatan total, jikalau TR berada diatas TC, maka perusahaan mengalami laba. Sumbu x melambangkan posisi spasial suatu perusahaan, sedangkan sumbu y melambangkan nominal duit pendapatan serta pengeluaran sebuah perusahaan.
Pada titik a,b,c,d,e,f perusahaan mengalami TC yang serupa dengan TR sehingga dia tidak mendapat keuntungan. Pada titik P, perusahaan mengalami keuntungan paling besar alasannya adalah selisih ongkos dan pendapatannya paling tinggi. Pada titik S perusahaan mengalami pendapatan yang sungguh besar, tetapi ongkos yang dikeluarkan juga besar, sehingga keuntungannya tidak terlalu tinggi. Pada titik C, perusahaan mengalami laba karena dapat meminimalkan ongkos yang dikeluarkan, namun pemasukan dari produk juga menurun, sehingga laba tidak terlalu besar.
Dari grafik diatas, mampu disimpulkan bahwa perusahaan memilih lokasi tidak secara rasional dan dengan gosip penuh. Jika mereka mempunyai info sarat , maka tidak akan ada perusahaan yang memilih a,b,c,d,e,f sebab tidak menguntungkan, disamping itu perusahaan juga akan condong berlokasi di P yang mana keuntungannya paling tinggi. Dapat diasumsikan bahwa perusahaan yang tidak memilih lokasi secara rasional dipengaruhi oleh kurangnya info yang ada, aspek sentimen/irrasional, dan faktor ketersediaan lahan/modal pada lokasi tertentu.
Jenis Lingkungan Persaingan
Terdapat 2 jenis lingkungan menurut Alchian, yaitu lingkungan adoptif dan lingkungan adaptif. Teori lingkungan adaptif menyatakan bahwa tidak semua perusahaan mempunyai informasi sama mengenai pasar, terdapat beberapa perusahaan, utamanya perusahaan besar, yang dapat melaksanakan information gathering yang lebih dibandingkan kompetitornya, sehingga mereka diuntungkan.
Teori lingkungan adoptif menyatakan bahwa semua perusahaan setara dan tidak memiliki laba apapun serta berita apapun mengenai pasar, oleh alasannya itu, terjadi kompetisi tepat disini, secara statistika, potensi tiap perusahaan untuk gagal atau sukses adalah sama.
Dalam kehidupan nyata, teori lingkungan adaptif lebih sering terjadi daripada lingkungan adoptif. Nyatanya, banyak perusahaan-perusahaan besar yang dapat mengambil dan memanfaatkan informasi secara lebih efisien dibandingkan perusahaan kecil. Perusahaan ini memanfaatkan big data untuk memformulasikan kebijakan pasar serta produknya agar mampu mengungguli kompetitor.
Konsep ini juga berlaku dalam klaster. Seperti yang kita ketahui sebelumnya, dalam aglomerasi terdapat aspek knowledge spillover, aspek ini membantu perusahaan-perusahaan yang berlokasi pada daerah tersebut untuk menggali gosip lebih dalam tentang pasar dan memeriksa kemauan konsumen. Informasi ini didasarkan oleh input yang diterima perusahaan tersebut maupun knowledge spillover dari perusahaan lain. Sehingga, jikalau dilihat dari sudut pandang lingkungan Alchian, aglomerasi menguntungkan perusahaan karena terjadinya lingkungan adaptif.
Referensi
Modern Urban and Regional Economics, McCann, Phillips
Sumber ty.com
EmoticonEmoticon